Di zaman seperti sekarang, perbedaan seharusnya bukan menjadi penghambat perusahaan untuk maju. Keberagaman dalam sumber daya manusia justru membuka peluang bagi perusahaan untuk memperoleh sudut pandang yang lebih luas dan inovatif.
Studi dari perusahaan manajemen konsultan McKinsey dan Boston Consulting Group terhadap ribuan perusahaan global menunjukan korelasi yang kuat antara keberagaman dan kinerja perusahaan. Analisis data dari McKinsey yang dilakukan pada lebih dari 1.000 perusahaan besar di 15 negara menyebutkan bahwa perusahaan dengan tim eksekutif yang beragam cenderung memiliki kinerja keuangan yang lebih baik. Sementara itu, studi lainnya dari Boston Consulting Group menunjukkan bahwa perusahaan dengan tenaga kerja yang paling beragam memperoleh 45% pendapatannya dari inovasi, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang kurang beragam (hanya 26%). Dari data-data tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa keberagaman membuka kesempatan untuk menghasilkan kinerjaperusahaan yang lebih baik.
Dalam menciptakan keberagaman, dibutuhkan budaya kerja inklusif, yaitu lingkungan kerja di mana semua orang bisa merasa diterima, dihargai, dan diberi kesempatan untuk berkontribusi di dalamnya. Selain berkaitan dengan kinerja perusahaan, budaya kerja inklusif juga memungkinkan karyawan dari berbagai latar belakang untuk berkolaborasi, berbagi ide, dan mencapai potensi terbaik mereka.
Menciptakan budaya kerja inklusif seharusnya tak hanya sekedar jadi formalitas, namun benar-benar membangun sebuah tempat kerja yang menghargai identitas dan latar belakang karyawan yang berbeda-beda. Dalam menerapkannya, tentunya ada tantangan yang dihadapi, seperti:
- Adanya unconscious bias dan bias motivated behavior
Setiap orang memiliki unconscious bias atau bias tak sadar di dalam pikirannya. Unconscious bias adalah asumsi atau sikap yang kita yakini terhadap suatu kelompok atau individu tertentu. Bias ini mempengaruhi cara kita berpikir dan berperilaku. Bahaya akan muncul ketika individu menggunakan bias tak sadar dalam mengambil keputusan di dalam lingkungan kerja, sehingga menciptakan lingkungan kerja yang diskriminatif.
- Sikap stuck/tidak ingin berubah
Beberapa individu mungkin menolak upaya keberagaman dan inklusi, baik karena mereka memiliki pandangan yang berbeda atau karena merasa terancam oleh perubahan. Dalam mengatasi resistensi ini, dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dan komitmen untuk berubah.
Sebagai pemimpin dan pengambil keputusan di perusahaan, Anda bisa melakukan hal-hal berikut untuk membangun budaya kerja inklusif:
- Memulai inisiatif yang mendukung keberagaman, seperti mendorong gender equality dan diversity dalam proses rekrutmen dan promosi.
- Mengomunikasikan dan mempromosikan nilai-nilai keberagaman dan inklusi dalam tindakan yang konsisten.
- Memberikan program pelatihan inklusivitas kepada karyawan, seperti cara mengenali dan menghadapi unconscious bias, membangun awareness mengenai kompetensi budaya, dan mengelola perbedaan pendapat antar individu.
- Mengevaluasi secara berkala dan mengukur kemajuan dalam menciptakan budaya kerja yang inklusif.
Dengan kombinasi pelatihan yang tepat dan tindakan konkret lainnya, perusahaan dapat menciptakan budaya kerja yang inklusif di mana semua karyawan merasa dihargai dan memiliki kesempatan untuk berkembang.
Anda mungkin bisa mempertimbangkan bantuan konsultan sumber daya manusia untuk mewujudkan budaya kerja inklusif di perusahaan. mnd-hub, konsultan SDM yang berpengalaman memiliki servis Budaya Organisasi dalam layanan Alignment untuk memasukan perliaku kunci ke dalam kebiasaan yang dapat diterapkan oleh karyawan. Hubungi mnd-hub melalui email ke admin@mnd-hub.com atau isi form berikut untuk berdiskusi dengan ahli SDM kami hari ini!